
Sukatani
Sukatani, Indonesia — Keputusan kontroversial yang diambil oleh band punk lokal Sukatani untuk menarik lagu mereka dari platform streaming musik telah memicu gelombang protes dari kalangan musisi dan pegiat seni. Lagu berjudul “Citra Hukum dan Polri” yang baru saja dirilis menuai kritik tajam. Karena dianggap mengandung pesan yang terlalu keras terhadap institusi kepolisian. Meskipun demikian, penarikan lagu itu dilakukan setelah adanya tekanan dari berbagai pihak, termasuk aparat kepolisian. Keputusan ini menimbulkan perdebatan besar mengenai kebebasan berekspresi dan penindasan terhadap kreativitas musisi di Indonesia.
Proses Penarikan Lagu Sukatani
Lagu “Citra Hukum dan Polri” yang dirilis pada awal Februari 2025, dengan cepat menarik perhatian publik. Lirik lagu yang menyentil kinerja kepolisian dinilai oleh sebagian kalangan sebagai bentuk kritik tajam terhadap institusi tersebut. Tidak lama setelah lagu ini tersebar, beberapa pihak mulai mengungkapkan ketidaksetujuannya. Termasuk aparat kepolisian yang merasa tersinggung oleh isi lirik lagu tersebut.
Merespons hal ini, band Sukatani akhirnya mengadakan pertemuan dengan pihak kepolisian, di mana mereka diminta untuk meminta maaf dan menarik lagu tersebut. Dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh band Sukatani pada Selasa, 19 Februari 2025, mereka menyatakan penyesalan atas lagu yang telah dirilis dan memastikan bahwa mereka akan menarik lagu tersebut dari seluruh platform streaming.
Indra Pratama, vokalis Sukatani, mengungkapkan bahwa tujuan mereka bukan untuk menyerang atau merendahkan pihak manapun. “Kami tidak bermaksud untuk menghina atau mencemarkan nama baik polisi. Kami hanya ingin mengungkapkan keresahan masyarakat terhadap beberapa masalah yang ada. Namun, kami juga menyadari bahwa cara kami menyampaikan pesan bisa saja menyinggung pihak tertentu,” ujar Indra dalam konferensi pers.
Reaksi Dari Musisi dan Komunitas Musik
Penarikan lagu ini tidak hanya memicu protes dari publik yang mendukung kebebasan berekspresi. Tetapi juga dari kalangan musisi Indonesia yang menilai tindakan ini sebagai bentuk penindasan terhadap kreativitas. Banyak musisi yang mengungkapkan bahwa keputusan untuk menarik lagu tersebut mencederai prinsip dasar seni dan kebebasan berpendapat.
“Sangat disayangkan jika karya seni harus ditarik hanya karena ada tekanan dari pihak tertentu. Musik adalah salah satu cara bagi musisi untuk menyampaikan suara mereka. Jika kebebasan ini dibatasi, kita akan memasuki era di mana hanya karya yang disetujui yang bisa dipublikasikan,” kata Dika, seorang musisi indie yang juga aktif dalam komunitas seni di Jakarta.
Sementara itu, beberapa musisi lainnya menyarankan agar Sukatani tidak menghentikan proses kreativitas mereka. Meski kini harus berhati-hati dalam memilih tema dan cara menyampaikan kritik. “Kritik sosial adalah bagian dari budaya musik di banyak negara, termasuk Indonesia. Namun, penting bagi musisi untuk tetap bijak dalam menyampaikan pesan agar tidak menyakiti pihak lain. Yang terpenting adalah kita bisa terus berkarya tanpa ketakutan akan reperkusi,” tambah Dika.
Dampak Penarikan Lagu Terhadap Industri Musik Indonesia
Penarikan lagu “Citra Hukum dan Polri” juga memunculkan perdebatan yang lebih luas mengenai bagaimana industri musik Indonesia beroperasi dalam konteks kebebasan berkarya. Beberapa pihak berpendapat bahwa band seperti Sukatani seharusnya diberikan kebebasan untuk berkarya tanpa adanya ancaman atau tekanan dari luar.
Menurut Ricky Wibowo, seorang pengamat musik yang juga merupakan aktivis seni, kejadian ini menunjukkan adanya kekurangan dalam perlindungan terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia. “Musisi harus dapat berkarya tanpa rasa takut akan ancaman atau tekanan dari pihak berwenang. Penindasan terhadap kebebasan kreatif ini bisa menciptakan budaya ketakutan, yang akhirnya memengaruhi kualitas karya yang dihasilkan,” ujarnya.
Meskipun demikian, ada juga pandangan yang lebih moderat. Beberapa pengamat berpendapat bahwa kebebasan berpendapat harus selalu seimbang dengan tanggung jawab sosial. Kritikan terhadap institusi negara, meski sah dalam konteks kebebasan berekspresi, perlu disampaikan dengan penuh pertimbangan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar, baik terhadap masyarakat maupun terhadap individu atau kelompok yang terlibat.
Perspektif Kepolisian
Dari sisi Kepolisian, penarikan lagu ini adalah langkah yang diambil untuk meredakan ketegangan. Kapolda Jawa Barat, Irjen. Agus Pranoto, menyatakan bahwa pihak kepolisian tidak bermaksud untuk membatasi kebebasan musisi, tetapi mereka juga memiliki kewajiban untuk menjaga citra positif institusi. “Kami menghargai kebebasan berekspresi. Namun, jika ada karya seni yang mengarah pada ujaran kebencian atau merendahkan nama baik lembaga, kami berhak untuk menanggapi secara sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Agus Pranoto.
Meskipun demikian, Kapolda menegaskan bahwa tujuan utama pihak kepolisian adalah untuk menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat, termasuk dengan komunitas seni dan musisi, yang merupakan bagian penting dari dinamika sosial.