
Mengenal Tradisi "Bau Nyale" dengan Pengembangan KEK Mandalika
Lombok, NTB – Mengenal Tradisi Bau Nyale kembali digelar di Pantai Seger, Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Februari 2025. Acara tahunan ini merupakan perayaan budaya yang telah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Sasak. Bau Nyale sendiri merupakan ritual menangkap cacing laut (nyale) yang diyakini sebagai jelmaan Putri Mandalika, seorang tokoh legenda yang mengorbankan dirinya demi perdamaian rakyatnya.
Festival ini semakin menarik perhatian wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, terutama setelah kawasan Mandalika ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dengan infrastruktur yang terus dikembangkan, pemerintah berharap festival ini dapat menjadi daya tarik utama dalam mendukung industri pariwisata di NTB.
Makna Mengenal Tradisi Bau Nyale
Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak, di mana “bau” berarti menangkap dan “nyale” merujuk pada jenis cacing laut yang muncul di perairan Lombok sekali dalam setahun. Tradisi ini memiliki nilai budaya dan spiritual yang tinggi. Menurut legenda, Putri Mandalika memilih untuk menceburkan diri ke laut daripada menyebabkan perselisihan di antara para pangeran yang memperebutkannya. Diyakini bahwa nyale yang muncul merupakan jelmaan sang putri yang kembali untuk memberikan berkah kepada masyarakat.
Selain itu, masyarakat percaya bahwa nyale memiliki manfaat bagi pertanian dan kesehatan. Cacing laut ini sering digunakan sebagai bahan makanan, baik dimakan langsung maupun diolah dalam berbagai hidangan tradisional.
KEK Mandalika dan Peranannya dalam Festival Bau Nyale
Penetapan Mandalika sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sejak tahun 2017 telah membawa dampak positif bagi pertumbuhan sektor pariwisata di NTB. Dengan adanya KEK, pemerintah dan pihak swasta berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur, termasuk hotel berbintang, resort, dan fasilitas pendukung lainnya.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata NTB, H. Yusron Hadi, pengembangan KEK Mandalika bertujuan untuk menjadikan Lombok sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia. “Festival Bau Nyale adalah salah satu magnet utama dalam promosi pariwisata Lombok. Kami terus mengembangkan fasilitas agar wisatawan dapat menikmati acara ini dengan nyaman,” ujarnya.
Selain itu, keberadaan Sirkuit Mandalika yang menjadi lokasi balap MotoGP juga meningkatkan daya tarik kawasan ini. Dengan berbagai ajang internasional yang digelar di Mandalika, pemerintah berharap dapat menarik lebih banyak wisatawan untuk datang dan ikut meramaikan Festival Bau Nyale.
Dampak Ekonomi dan Sosial Mengenal Tradisi Bau Nyale
Festival Bau Nyale tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar. Dalam beberapa tahun terakhir, festival ini berhasil meningkatkan pendapatan pelaku usaha lokal, seperti pedagang kuliner, pengrajin, serta pengelola homestay dan hotel.
Menurut data Dinas Pariwisata NTB, jumlah wisatawan yang menghadiri Festival Bau Nyale meningkat setiap tahun. Pada tahun 2024, tercatat lebih dari 50.000 pengunjung hadir, termasuk wisatawan asing dari berbagai negara. Dengan semakin berkembangnya KEK Mandalika, angka ini diprediksi terus bertambah.
Baca Artikel Lainnya : Sebuah Cerita Tentang Pelestarian Kuliner Lokal Papua
“Festival ini memberikan kesempatan bagi UMKM lokal untuk berkembang. Kami melihat peningkatan signifikan dalam transaksi ekonomi setiap kali acara ini digelar,” kata Gubernur NTB, Zulkieflimansyah.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Meskipun Festival Bau Nyale terus berkembang, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah upaya menjaga kelestarian lingkungan. Dengan semakin banyaknya wisatawan, risiko kerusakan ekosistem laut dan pesisir meningkat. Oleh karena itu, pemerintah dan komunitas lokal telah menerapkan berbagai langkah konservasi, seperti kampanye bebas plastik dan pengelolaan sampah selama festival berlangsung.
Selain itu, keberlanjutan budaya juga menjadi perhatian utama. Generasi muda didorong untuk tetap melestarikan nilai-nilai tradisi ini agar tidak tergerus oleh modernisasi. Beberapa sekolah dan komunitas seni di Lombok mulai mengadakan program edukasi mengenai sejarah dan makna Bau Nyale.
“Kami ingin memastikan bahwa Bau Nyale tetap menjadi warisan budaya yang bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, pendidikan dan keterlibatan anak muda sangat penting dalam menjaga tradisi ini tetap hidup,” tambah Yusron Hadi.
Kesimpulan
Festival Bau Nyale bukan sekadar acara tahunan, tetapi juga bagian penting dari identitas budaya masyarakat Sasak. Dengan adanya pengembangan KEK Mandalika, festival ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga menjadi penggerak utama sektor pariwisata dan ekonomi di NTB.
Melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku industri pariwisata, diharapkan Festival Bau Nyale terus berkembang tanpa kehilangan esensi budayanya. Dengan demikian, tradisi ini akan tetap lestari dan menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang ingin mengenal lebih dalam kekayaan budaya Indonesia.