
Rupiah Ditutup Melemah
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa, 27 Februari 2024. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bank Indonesia (BI), rupiah ditutup pada level Rp 16.000 per dolar AS. Menandakan penurunan signifikan dibandingkan dengan posisi pembukaan yang tercatat di Rp 15.900. Analis keuangan memperkirakan tren penurunan ini bisa berlanjut hingga beberapa hari ke depan, dipengaruhi oleh beberapa faktor domestik dan eksternal yang tengah terjadi.
Faktor Penyebab Melemahnya Rupiah
Beberapa faktor eksternal dan domestik diperkirakan menjadi penyebab utama pelemahan nilai tukar rupiah. Salah satunya adalah kondisi global yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter Amerika Serikat. Federal Reserve (The Fed) yang masih mempertahankan suku bunga tinggi, serta potensi kenaikan lebih lanjut. Memengaruhi aliran modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini menyebabkan investor lebih memilih aset dalam mata uang dolar yang lebih aman, sehingga permintaan terhadap dolar AS meningkat.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi global, termasuk gejolak politik di beberapa negara besar, turut memperburuk kondisi pasar keuangan. Menurut analisis dari Bank Dunia, ketegangan perdagangan antarnegara dan ancaman resesi global. Dapat mempengaruhi sentimen investor terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Di sisi domestik, data inflasi yang masih relatif tinggi di Indonesia turut memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Meski pemerintah telah berupaya menjaga kestabilan ekonomi melalui berbagai kebijakan, tingkat inflasi yang tinggi membuat daya beli masyarakat Indonesia menurun. Pada gilirannya dapat menambah tekanan pada nilai tukar rupiah.
“Beberapa faktor, seperti kebijakan suku bunga The Fed yang masih tinggi, serta potensi defisit transaksi berjalan Indonesia, dapat terus menekan rupiah. Kami memprediksi nilai tukar rupiah bisa mengalami penurunan lebih lanjut dalam beberapa hari ke depan,” kata Dito Mahendra, seorang analis keuangan senior di Jakarta.
Dampak Pelemahan Rupiah terhadap Ekonomi Indonesia
Pelemahan rupiah tidak hanya berdampak pada daya beli masyarakat, tetapi juga pada sektor-sektor ekonomi penting lainnya. Salah satunya adalah sektor impor, yang semakin mahal akibat nilai tukar rupiah yang melemah. Indonesia, yang bergantung pada impor barang-barang penting seperti bahan baku industri dan energi. Akan merasakan dampak langsung dari penguatan dolar AS.
Industri manufaktur dan perdagangan yang bergantung pada bahan baku impor kemungkinan akan menghadapi kenaikan biaya produksi. Akibatnya, harga barang-barang yang diproduksi bisa meningkat, yang pada gilirannya berpotensi mendorong inflasi lebih tinggi.
Sektor energi juga merasakan dampak signifikan. Kenaikan harga energi global yang diikuti dengan pelemahan rupiah akan menambah beban negara, terutama dalam hal subsidi energi yang diberikan oleh pemerintah. Hal ini bisa mempengaruhi kestabilan fiskal Indonesia, yang sudah cukup tertekan akibat pandemi dan lonjakan harga energi.
Prediksi Pergerakan Rupiah Kedepannya
Menurut Dito Mahendra, meskipun ada sejumlah upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, namun faktor eksternal yang kuat masih akan memberikan tekanan lebih lanjut terhadap rupiah dalam waktu dekat. “Penyelesaian masalah eksternal yang terkait dengan kebijakan The Fed, harga komoditas global, dan ketegangan geopolitik akan menjadi kunci bagi pergerakan rupiah ke depan. Kami memprediksi rupiah dapat melemah lebih jauh, mungkin mencapai Rp 16.100-16.200 dalam beberapa hari ke depan,” ujar Dito.
Namun, meski tren pelemahan ini diprediksi akan berlanjut, sebagian analis juga melihat bahwa BI akan terus menjaga kestabilan rupiah dengan intervensi di pasar valuta asing. Bank Indonesia diperkirakan akan terus melakukan stabilisasi nilai tukar melalui intervensi yang cermat agar rupiah tidak terlalu terpuruk.
Masyarakat pun diminta untuk lebih berhati-hati dengan dampak inflasi yang diakibatkan oleh pelemahan rupiah. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan program perlindungan sosial untuk membantu masyarakat yang rentan, terutama dalam mengatasi harga barang yang semakin mahal akibat pengaruh pelemahan nilai tukar.