
Modus Licik Pengoplos Gas
JAKARTA, 14 Februari 2025 – Dalam beberapa pekan terakhir, beredar kabar mengejutkan mengenai modus pengoplosan gas Elpiji yang merugikan konsumen dan negara. Oknum-oknum tidak bertanggung jawab ditemukan melakukan pengoplosan gas Elpiji 3 kilogram menjadi gas Elpiji ukuran 50 kilogram. Modus licik ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menciptakan kerugian finansial yang cukup besar.
Penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwenang mengungkapkan bahwa pengoplosan gas Elpiji tersebut dilakukan untuk mencari keuntungan besar dengan cara ilegal. Gas yang awalnya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kini dipaksa disulap menjadi gas dalam ukuran yang tidak sesuai, demi mendapatkan keuntungan yang fantastis.
Modus Pengoplosan Gas Elpiji 3 Kg Menjadi 50 Kg
Menurut informasi yang dihimpun, pelaku pengoplosan gas ini menggunakan teknik tertentu. Untuk menambah berat gas Elpiji 3 kg dan menjadikannya seolah-olah gas Elpiji 50 kg. Gas 3 kilogram tersebut dipindahkan ke dalam tabung ukuran lebih besar, kemudian diberi gas tambahan dari sumber lain. Dengan cara ini, gas Elpiji yang seharusnya diberikan kepada konsumen dengan harga terjangkau. Justru disulap menjadi produk yang dijual dengan harga jauh lebih mahal.
“Pengoplosan gas ini jelas merupakan tindakan ilegal yang sangat merugikan masyarakat. Terutama mereka yang bergantung pada gas Elpiji 3 kilogram untuk kebutuhan sehari-hari. Modus ini sangat licik karena para pelaku mencoba memanipulasi harga dengan menambah isi gas dan menjualnya seolah-olah dalam tabung ukuran besar,” ungkap Irwan Siahaan, seorang pengamat ekonomi energi.
Dampak Pengoplosan Gas Elpiji terhadap Masyarakat
Dampak dari pengoplosan gas ini sangat terasa bagi masyarakat yang tidak mengetahui adanya praktik ilegal ini. Harga gas Elpiji yang seharusnya terjangkau untuk kalangan bawah, kini menjadi semakin tinggi akibat tindakan oknum yang memanfaatkan celah tersebut. Konsumen yang tidak paham akan ditipu dengan gas yang seharusnya 3 kilogram menjadi lebih berat namun dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Sementara itu, harga gas Elpiji di pasaran saat ini berkisar antara Rp 18.000 hingga Rp 20.000 per tabung 3 kilogram. Namun, dengan adanya pengoplosan ini, harga gas yang seharusnya terjangkau bisa melonjak hingga tiga kali lipat, bahkan lebih. Dengan keuntungan yang fantastis dari penjualan gas ilegal ini, para pelaku bisa mendapatkan keuntungan berlipat ganda dari modal yang sangat kecil.
Peran Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Pengoplosan Gas
Pemerintah melalui Pertamina sebagai pengelola distribusi gas Elpiji di Indonesia sudah mengambil langkah-langkah untuk mencegah pengoplosan ini. Mereka berusaha meningkatkan pengawasan terhadap distribusi dan penjualan gas Elpiji di tingkat agen maupun pengecer. Namun, praktik pengoplosan gas ini masih ditemukan di beberapa daerah, dan penindakan terhadap pelaku yang tertangkap masih belum maksimal.
“Pihak berwenang terus berkoordinasi untuk menindak tegas pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengoplosan gas Elpiji ini. Kami juga berusaha untuk melakukan sosialisasi agar masyarakat bisa lebih cermat dalam membeli gas Elpiji dan melaporkan jika menemukan kecurangan,” ujar Joni Eka Putra, Kepala Divisi Pemasaran PT Pertamina.
Upaya Penindakan dan Harapan ke Depan
Sejumlah pelaku pengoplosan gas Elpiji telah diamankan oleh pihak berwenang setelah dilakukan penggerebekan di beberapa tempat. Polisi telah menyita puluhan tabung gas yang telah dimodifikasi dan disiapkan untuk dipasarkan. Meski demikian, para pejabat terkait mengakui bahwa pengawasan yang lebih ketat dan sistem distribusi yang lebih transparan masih dibutuhkan untuk mengatasi praktik ilegal ini.
Ke depan, pihak berwenang berencana untuk meningkatkan pemantauan di tingkat pengecer dan agen untuk memastikan tidak ada lagi pihak yang memanipulasi distribusi gas Elpiji. Selain itu, Pertamina juga akan melakukan pembaruan teknologi dalam sistem distribusi dan pelacakan produk agar lebih mudah terdeteksi jika ada kecurangan.